1. Museum : Goong renteng Talaga, degung dan gamelan salendro-pelog Kabupaten
Sumedang, gamelan Sukarame, denggung Kasepuhan, sakati Kasepuhan, dsb.
2. Rumah : Goong renteng Embah Bandong, ajeng Buher, koromong Cikondang,
koromong Cileuweung, goong renteng Situraja, goong renteng Cireundeu, goong renteng Cibeusi, gamelan ajeng Ciangsana, gamelan ajeng Cikamurang, dsb.
3. Saung : Goong renteng Ciwaru.
4. Pendopo : gamelan Si Layem Sukapura.
Semua
gamelan kuna di Sunda pada umumnya kurang memadai cara perawatan,
penyimpanan, dan perlakuannya. Padahal gamelan-gamelan tersebut tiada
tara tinggi nilainya sebagai benda sejarah dan budaya masyarakat Sunda,
sebab dapat menunjukkan bagaimana derajat peradaban masyarakat pada
zamannya. Pada gamelan-gamelan yang dikeramatkan, biasanya pada bulan
Mulud dibersihkan (kemudian ditabuh) dan diupacarakan sebagai wujud pengistimewaan (pemuliaan), misalnya pada goong renteng Embah Bandong, goong renteng Ciwaru, ajeng Buher, dan koromong Cikubang. Akan tetapi ada pula yang hanya dibersihkan
secara sederhana dan atau hanya menyimpan saja. Cara penyimpanan dan
perawatan lainnya bisa diperhatikan misalnya pada ajeng Buher. Dalam
beberapa tahun ini, setelah ahli gendingnya meninggal, penclon pelog
(bonang) dan wilahan saronnya disimpan di dalam rumah. Dalam kondisi
kumuh ancaknya tergeletak di pinggir rumah, kotoran ayam dan entog pun
melumurinya. Pewarisnya hanya mampu menyimpan, tetapi merawat mereka
tidak mempunyai dana memadai. Lalu, apakah kita tega melihatnya?
Penyimpanan bonang dan wilah di dalam rumah ini pun tidak menjamin
keamanannya, karena ketika dicek kembali ternyata telah ada beberapa
wilah saron, kedemung, dan pelog yang hilang, di samping nadanya yang
semakin sumbang. Kemudian pada kasus lainnya, sekarang ini saya juga
menginformasikan, bahwa empat buah penclon bonang goong renteng
Ngalambang di Sukamulya (Cigugur, Kuningan) telah dicuri orang pada
bulan Mei 2005 yang lalu. Saya yakin, empat penclon bonang tersebut
tidak akan berguna bagi si pencuri. Si pencuri mencuri benda-benda
elektronik yang bernilai jual tinggi di rumah pemilik goong renteng.
Benda elektronik dan berharga lainnya inilah pasti yang menjadi tujuan
utama pencuriannya. Sedangkan mencuri bonang hanyalah sambil lalu,
karena mungkin melihat bonang tergeletak di dekatnya, ya diambil saja.
Keempat bonang itu mungkin seterusnya dijual begitu saja ke tukang besi,
diloak, dan dilebur bersama besi-besi bekas lainnya. Dengan demikian:
musnalah sudah monumen budaya kita. Gamelan ini telah berusia ratusan
tahun, dan menurut etnomusikolog Asep Nata—yang pada tahun lalu mengukur
nada-nadanya—sangat tinggi mutu pembuatannya. Pagongan sekarang tidak
ada yang membuat bonang secara demikian, sangat tipis dan bobotnya
sangat ringan, tetapi sangat kuat dan bunyinya bagus. Kalau sekarang
telah ada yang mencuri, kemudian siapakah yang dapat menjamin kembalinya
empat benda bernilai penting tersebut? Saya pikir, bagi orang yang mengetahui akan makna penting sebuah benda budaya,
kejadian ini adalah tragedi dasyat bagi peradaban kesenian Sunda, dan
sekaligus memalukan pada sistem pemerhatian dan perawatan kita terhadap
benda budaya.
1 komentar:
fikri blog nya alay, ngeberatin deuih
Posting Komentar